Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*] [url=http://www.glitterfy.com/][img]http://img41.glitterfy.com/13308/glitterfy3202831T539B81.gif[/img][/url]

Selasa, 29 April 2014

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI MASALAH KHUSUS

            Ada beberapa masalah khusus pada laporan keuangan konsolidasi, yaitu :
1.      Laba antar perusahaan
2.      Obligasi antar perusahaan
3.      Saham preferren dan saham biasa anak
4.      Deviden saham anak

I.                      Laba Antar Perusahaan
Selama perusahaan – perusahaan yang bergabung melakukan jual beli  berupa  barang atau jasa yang dihasilkan maupun harta tak bergerak untuk fasilitas pabriknya maka akan terjadi laba atau rugi bagi pihak yang menjual. Akan tetapi sesuai dengan tujuan dan konsepnya didalam penyajian laporan keuangan yang dikonsolidasi, maka laba rugi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi antar perusahaan tersebut tidak boleh diakui. Dalam hal ini jual beli barang, jasa maupun harta tak bergerak itu dipandang semata-mata sebagai perpindahan pengelolaan saja, dan oleh karenanya tidak ada alasan apapun untuk menaikkan / menurunkan nilai ataupun mengakui timbulnya laba rugi dari barang,jasa maupun harta tak bergerak yang bersangkutan. Kecuali apabila barang, jasa maupun harta tak bergerak itu oleh pihak yang membeli telah dijual kembali kepada pihak lain diluar hubungan afiliasinya.

II.                Obligasi Antar Perusahaan
Transaksi jual beli berupa barang dagangan, jasa maupun fasilitas produksi lainnya akan terjadi kepemilikan (surat hutang) obligasi dari suatu perusahaan oleh perusahaan lain didalam perusahaan yang berafiliasi. Apabila hal ini terjadi, maka akan timbul hutang piutang antar perusahaan yang berafiliasi. Didalam neraca yang dikonsolidasikan hutang-piutang tersebut harus dieleminasikan, sehinggan obligasi yang dimiliki pihak luar perusahaan dicatat sebagai “Hutang Obligasi”

III.             Saham Preferen dan Saham Biasa Anak
1.      Tidak Komulatif dan Tidak Berpartisipasi (TKTB)
Klaim terhadap kekayaan bersih perusahaan sebatas nilai nominalnya dan saldo laba ditahan seluruhnya merupakan bagian dari para pemegang saham biasa. Sebaliknya saldo defisit seluruhnya menjadi tanggungan para pemegang saham biasa. Hak atas pembagian laba terbatas pada jumlah hak preferensinya, dan tidak ada hak atas laba, jika perusahaan defisit (rugi).
2.      Kumulatif dan Tidak Berpartisipasi (KTB)
Kekayaan bersih perusahaan sebatas nilai nominalnya dan mempunyai hak atas deviden.
3.      Tidak Kumulatif dan Berpartisipasi Penuh (TKB)
Perusahaan mendapat deviden hanya jika perusahaan mendapatkan laba. Jika perusahaan rugi maka perusahaan tidak mempunyai ha katas dieviden.
4.      Kumulatif dan Berpartisipasi Penuh (KB)
Semuanya mencakup hak atas kekayaan bersih dan laba didalam jumlah modal yang ditetapkan (sesuai dengan ketentuan yang berlaku) terhadap sisa laba jika ada.

Contoh :
Struktur modal anak adalah sebagai berikut :
            6% saham preferen, 5.000 lembar @ Rp. 10              Rp.   50.000
            Saham biasa, 10.000 lembar @ Rp. 10                       Rp. 100.000
            Agio saham biasa                                                        Rp.     5.000
            Laba yang ditahan                                                      Rp.   45.000
                                                            Jumlah :                     Rp. 200.000

Tidak kumulatif tidak berpartisipasi (TKTB)

   Saham Preferen
Saham Biasa
Jumlah
Nominal Saham
50.000
100.000
150.000
Agio Saham
-
5.000
5.000
Laba yang Ditahan
-
45.000
45.000
Jumlah :
50.000
150.000
200.000
keterangan :
Kumulatif tidak berpartisipasi (KTB)

Saham Preferen
Saham Biasa
Jumlah
Nominal Saham
50.000
100.000
150.000
Agio Saham
-
5.000
5.000
Laba yang Ditahan
6% x Rp. 50.000

3.000

42.000
45.000
Jumlah :
53.000
147.000
200.000

Tidak kumulatif berpartisipasi penuh (TKB)

Saham Preferen
Saham Biasa
Jumlah
Nominal Saham
50.000
100.000
150.000
Agio Saham
-
5.000
5.000
Laba yang Ditahan
  5/15 x Rp. 45.000
10/15 x Rp. 45.000

15.000


30.000
45.000
Jumlah :
65.000
135.000
200.000

Kumulatif  berpartisipasi penuh (KB)


Saham Preferen
Saham Biasa
Jumlah
Nominal Saham
50.000
100.000
150.000
Agio Saham
-
5.000
5.000
Laba yang Ditahan
6% x Rp. 50.000
Sisa :
  5/15 x Rp. 42.000
10/15 x Rp. 42.000

3.000

14.000




28.000
45.000
Jumlah :
67.000
133.000
200.000

Senin, 21 April 2014

Rangkuman Laporan Keuangan Dengan Metode Harga Perolehan

            Dalam mencatat investasi saham perusahaan anak, hanya deviden yang dibagikan oleh perusahaan anak kepada perusahaan induk yang diakui sebagai pendapatan. Kemunculan pencatatan laba atau rugi atas kepemilikan modal timbul apabila sebagian atau seluruh jumlah saham yang dimiliki itu dijual. Secara akuntansi kepemilikan saham kurang dari 20% dapat menggunakan metode perolehan (cost).
Ciri- ciri metode harga perolehan antara lain :
1.      L/R yang diperoleh pada perusahaan anak tidak dilakukan penjurnalan.
2.      Eliminasi saldo modal, agio dan laba yang ditahan perusahaan anak ditentukan dengan bertitik tolak pada posisi neraca.
3.      Hak minoritas ditentukan dengan bertitik tolak pada posisi akhir setelah transaksi di kertas konsolidasi. Dan yang disebut kepemilikan saham kurang dari 20% dengan menggunakan metode harga perolehan ini adalah dilihat dari hak minoritas yang tercantum pada neraca.
Dibawah ini adalah perbedaan pencatatan antara metode equity dengan metode harga perolehan
Keterangan
Metode Equity
Metode Harga Perolehan
Rekening Investasi Saham Perusahaan Anak
Berubah – berubah sesuai perubahan jumlah kekayaan bersih perusahaan anak
Jumlahnya selalu tetap kecuali ada penjualan atau pembelian tambahan atas saham yang dimiliki
Bagian Laba Yang Diperoleh
Dicatat salam laporan keuangan (neraca) yang dikonsolidasikan
Tidak hanya diakui pada laporan keuangan (neraca)
Laporan Laba - Rugi
Tidak mencantumkan “Pendapatan atau Kerugian” atas investasi saham
Pencatatan deviden dicatat pada sisi debit :piutang deviden kas” dan disisi kredit :penghasilan deviden”

Pencatatan Dengan Metode Harga Perolehan

- Pada saat Pembelian Investasi (sama dengan Metode Equity)
  investasi saham PT Anak          xxx
              Kas                                   xxx
- Laba atau Rugi Anak Perusahaan
  Tidak dilakukan penjurnalan oleh Pt Induk
- Deviden Kas Anak Perusahaan
  Piutang Deviden / Kas                    xxx
             Pendapatan Deviden                     xxx
(Perhitungan = %kepemilikan x deviden kas anak perusahaan
Apabila deviden tersebut berasal dari laba ditahan sebelum kepemilikan maka akan dicatat sebagai pengurang terhadap harga perolehan investasi
kas                                                           xxx
        Invest. Saham PT Anak                               xxx

 Contoh Kasus 1
Pada awal tahun 2008 PT. ABC membeli 80% saham PT XYZ seharga Rp. 375.000. pada saat itu modal PT. XYZ adalah
Modal saham                           Rp 300.000
Laba ditahan                           Rp 150.000
Jumlah modal                          Rp 450.000
Selama tahun 2008, PT XYZ memperoleh laba bersih dan membagi deviden kas
-          Laba Bersih Usaha                  Rp 175.000
-          Pembagian Deviden                Rp 100.000

·         -    Jurnal untuk awal tahun 2008 yang dicatat oleh PT ABC
Investasi saham PT A                    Rp. 375.000
  Kas                                                                  Rp. 375.000

·        -     Pencatatan Laba Bersih
c     Ketika memperoleh laba tidak dilakukan pencatatan

·        -    Pembagian Deviden
Rp 100.000 x 80% = Rp. 80.000
Kas                                                                  Rp. 80.000
            Pendapatan Deviden                                                   Rp. 80.000

contoh kasus 2
Pada tanggal 1 Januari 1980, PT I membeli 80% saham PT A dengan harga Rp 1.000.000. PAda saat itu modal saham PT A yang telah beredar adalah sebesar nominal Rp 1.000.000 sesangkan rekening laba yang ditahan mempunyai saldo kredit Rp 200.000, untuk semester pertama dalam tahun buku 1980 PT A memperoleh keuntungan Rp 200.000. pada tanggal 10 Desember 1980 PT A mengumumkan pembagian deviden Rp 100.000 dedangkan pembayarannya dilakukan pada tanggal 20 Desember. dari operasinya selama tahun 1980 PT I memperoleh Keuntungan Rp. 250.000.

SLHPDNB di dapat dari 
40.000 = Modal saham 1.000.000
               LYD                 200.000
               Jumlah           1.200.000
Harga Perolehan (untuk 80% saham PT A)   1.000.000
Nilai Buku (80% x saham PT A)
80% x 1.200.000                                         (960.000)
Jumlah                                                             40.000
Jurnal  
LYD PT. A                                960.000
SLHPDNB                                   40.000
                                       Inv. Saham                 1.000.000

SLMacam-macam Aktiva PT PI 2.830.000 didapat dari Aktiva pada neraca sebelumnya + keuntungan + Deviden
                                                                           = 2.500.000 + 250.000 + 80.000 = 2.830.000
macam-macam aktiva PT PA 2.050.000 di dapat dari aktiva pada neraca awal + Laba sendiri - deviden - 50.000
                                                             = 2.000.000 + 200.000 - 100.000 - 50.000
830.000 di dapat dari 500.000 + 250.000 + 80.000 = 830.000
laba yang ditahan PT PI + keuntungan + deviden


Pembahasan pertanyaan
1.      Kelebihan metode perolehan dan metode equity

Ø  Banyak perusahaan individual menggunakan metode harga perolehan karena sifatnya tetap pada saat perolehan sampai penyusunan laporan keuangan konsolidasi kecuali ada pembelian penambahan saham tersebut, sedangkan metode equity berubah-ubah sesuai perubahan jumlah kekayaan bersih perusahaan anak, dan banyak dilakukan perhitungan.

Analisis Rasio Keuangan

Nama : Chesarina. F
Kelas : 3DA03
LAPORAN KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN RASIO  DAN SOLVABILITAS PT. RAMAYANA LESTARI SENTOSA. Tbk MEDAN
            Analisis laporan keuangan merupakan perbandingan antara laporan keuangan yang satu dengan lainnya yang sejenis dalam periode yang sama dan dapat juga diartikam sebagai pebandingan antara pos-pos neraca dalam periode tertentu.
Laporan keuangan yang disusun oleh suatu perusahaan pada periode tertentu seperti; neraca, daftar laba/rugi, laporan laba ditahan, dan laporan keuangan lainnya sangat berguna dalam pemberian informasi perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan tersebut adalah pemilik perusahaan, manajemen, kreditur atau calon kreditor, pemerintah dan masyarakat. Salah satu cara yang digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah analisis rasio yang dimungkinkan untuk menentukkan tingkat likuiditas, solvabilitas, aktivitas dan profitabilitas.
Dengan mengadakan analisis terhadap pos-pos neraca akan diketahui akan diperoleh gambaran tentang posisi keuangan, sesangkan analisis terhadap daftar laba atau rugi akan memberikan gambaran tentang hasil perkembangan umum perusagaan. Dengan menganalisa posisi keuangan akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek, jangka panjang, structural modal perusahaan, distribusi dan keaktifannya, keaktifan penggunaan aktiva usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar.
Rasio adalah menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa ratio ini dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya suatu perusahaan tertutama apabila angka ratio tersebut dibandingkan angka ratio perbandingan yang digunakan sebagai standart.
 Berikut adalah neraca PT. RAMAYANA LESTARI SENTOSA. Tbk MEDAN periode 31 Desember 2003 dan 2004 :
KETERANGAN
2003
2004
Aktiva


Aktiva Lancar


Kas
117.122.941
97.747.6598
Bank
29.151.000
41.645.360
Piutang Usaha
569.409.264
613.359.413
Persediaan
94.732.671
90.948.346
Biaya Dibayar Dimuka
14.000.000
19.250.000
Total Aktiva Lancar
824.415.876
862.950.777
Aktiva Tetap


Tanah dan Bangunan
849.778.275
954.273.345
Kendaraan
663.470.068
713.470.068
Investaris Kantor
105.607.325
220.354.089
Akumulasi Penyusutan
(50.818.416)
(90.976.083)
Total Aktiva Tetap
1.568.037.252
1.797.121.419
Aktiva Lain-lain
6.000.000
6.000.000
Total Aktiva
2.398.453.128
2.666.072.196
Passiva


Hutang Lancar


Hutang Dagang
87.836.900
69.606.026
Hutang Dalam Negeri
496.855.211
487.092.127
Total Hutang Lancar
584.692.111
556.698.153
Hutang Jangka Panjang


Hutang Bank
42.821.000
19.501.000
Total Hutang Jangka Panjang
42.821.000
19.501.000
Modal


Saham Biasa
25.000.000
30.000.000
Saham Preferen
25.000.000
20.000.000
L/R Tahun Berjalan
510.292.842
318.933.026
Sisa L/R Tahun Berjalan
1.210.647.175
1.720.940.017
Total Modal
1.770.940.017
2.089.873.017
Total Passiva
2.398.453.128
2.666.072.196

1.      Rasio Likuiditas
Adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo.
1.      Current Ratio = Aktiva Lancar / Hutang lancer x 100%
Adalah rasio yang mengukur seberapa jauh aktiva lancer perusahaan dapat dipakai untuk memenuhi kewajiban lancarnya dengan cara membandingkan total aktiva lancer dengan total hutang lancer.
Tahun 2003 = 824.415.876 / 584.692.111 x 100% = 141%
Tahun 2004 = 862.950.777 / 556.698.153 x 100% = 155%
2.      Cash Ratio =  kas + bank / hutang lancer x 100%
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan.
Tahun 2003 = 117.122.941 + 29.151.000 / 584.692.111 x 100% = 25%
Tahun 2004 = 97.747.658 + 41.645.360 / 556.694.153 x 100% = 25%
3.      Quick Ratio = kas + bank + piutang / hutang lancer x 100%
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancer yang lebih likuid.
2.      Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menunjukkan suatu perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban-kewajiban keuangan perusahaan tersebut apabila di likuidasi. Untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan, ada beberapa rasio yang dapat dipergunakan diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Total Debt to Total Assets Ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah seluruh hutang perusahaan terhadap kekayaan atau aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut rasio ini tingkat solvabilitas perusahaan yang baik adalah lebih besar sari 100%. Hal ini bertujuan agar tingkat solvabilitas perusahaan tetap dalam keadaan solvable. Apabila rasio ini nilai sama dengan 100%, maka dengan adanya penurunan yang kecil dari jumlah aktivanya akan menyebabkan perusahaan sudah dalam keadaan insovable.
Rumus : Total Debt to Total Assets = Jumlah Hutang / Jumlah Aktiva x 100%
Tahun 2003 = 627.513.111 / 2.398.453.128 x 100% = 26%
Tahun 2004 = 576.199.153 / 2.666.072.196 x 100% = 21%
b.      Total Debt to Equity Ratio
Rasio ini bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang.
Rumus : Jumlah Hutang / Jumlah Modal Sendiri x 100%
Tahun 2003 = 627.513.111 / 1.770.940.017 x 100% = 35%
Tahun 2004 = 576.199.153 / 2.089.873.043 x 100% = 27%
c.       Long Term Debt to Equity Ratio
Rasio ini merupakan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang.
Rumus : Hutang jangka panjang / jumlah modal x 100%
Tahun 2003 = 42.821.000 / 1.770.940.017 x 100% = 2,4%
Tahun 2004 = 19.501.000 / 2.089.873.043 x 100% = 0,9%

 ANALISA
RASIO
2003
2004
LIKUIDITAS


         Current Ratio
141%
155%
        Cash Ratio
25%
25%
        Quick Ratio
122%
135%
SOLVABILITAS


        Total Debt to Total Assets Ratio
26%
21%
        Total Debt to Equity Ratio
35%
27%
        Long Term Debt to Equity Ratio
2,4%
0,9%

1.      Rasio Likuiditas
a.       Current Ratio
Current ratio pada tahun 2003 sebesar 141% artinya setiap Rp. 1,00 hutang lancer dijamin pengembaliannya dengan aktiva lancer sebesar Rp 1,41. Current ratio tahun 2004 sebesar 155% artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin dengan aktiva lancer sebesar Rp 1,51 dari hal ini terlihat peningkatan sebesar 14%. Peningkatan ini disebabkan adanya pengingkatan aktiva lancer yang diikuti dengan berkurangnya hutang lancer.
b.      Cash Ratio
Cash ratio pada tahun 2003 sebesar 25% artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin dengan kas dan bank sebesar Rp 0,25. Pada tahun 2004 cash ratio sebesar 25% artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer di jamin kas dan bank sebesar Rp 0,25. Dariu kedua tahun tersebut cash ratio tidak mengalami kenaikan atau penurunan dengan kata lain cash rationya tetap sehingga keadaan perusahaan dalam keadaan stabil.

 c.       Quick Ratio
Pada tahun 2003 sebesar 124% yang artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin dengan aktiva lancer yang likuid sebesar Rp 1,24. Sedangkan pada tahun 2004 adalah sebesar 138% yang artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin dengan aktiva lancer yang likuid sebesar Rp 1,38. Bila dibandingkan pada tahun 2003 dan 2004 mengalami kenaikkan sebesar 14% ini disebabkan aktiva lancer pada tahun 2004 meningkat daan diikuti dengan penurunan hutang lancer. Dengan demikian rasio ini dapat diketahui bahwa jumlah kas dan piutang yang dimiliki mampu memenuhi hutang lancarnya.
2.      Rasio Solvabilitas
a.       Total Debt to Total Assets Ratio
Pada tahun 2003 sebesar 26% yang artinya setiap hutang Rp 1,00 dijamin dengan jumlah aktiva sebesar Rp 0,26. Sedangkan pada tahun 2004 sebesar 21% yang artinya setiap Rp 1,00 hutang dijamin dengan jumlahb aktiva sebesar 0,21. Rasio ini mengalami penurunan sebesar 5% ini disebabkan karena pada tahun 2003 hutang lebih besar dibandingkan tahun 2004 yang menunjukkan keadaan solvabilitas yang baik. Semakin kecil rasio ini berarti aktiva yang dibiayai oleh hutang semakin berkurang dan sebaliknya.
b.      Total Debt to Equity Ratio
Pada tahun 2003 sebesar 35% yang artinya setiap Rp 1,00 hutang lancer dan hutang jangka panjang dijamin dengan Rp 0,35 modal sendiri. Sedangkan pada tahun 2004 sebesar 27% yang artinya setiap Rp 1,00 total hutang lancer dan hutang jangka panjang dijamin Rp 0,27 modal sendiri. Rasio ini mengalami penurunan dari tahun 2003 dan 2004 sebesar 8%. Penurunan ini diakibatkan karena bertambahnya modal dan penurunan total hutang pada tahun 2004. Semakin rendah rasio ini maka semakin baik. Ditinjau dari rasio solvabilitas, rasio yang rendah dianggap naik karena bila terjadi likuidasi maka perusahaan tidak akan mengalami kesukaran untuk melunasi hutangnya.
c.       Long Term Debt to Equity Ratio
Pada tahun 2003 sebesar 2,4% artinya setiap Rp 1,00 hutang jangka panjang dijamin dengan modal sendiri sebesar Rp 0,024. Pada tahun 2004 sebesar Rp 0,9% artinya setiap Rp 1,00 hutang jangka panjang dijamin dengan modal sendiri sebesar Rp 0,009. Rasio ini menggambarkan terjadinya penurunan sebesar 1,5% yang disebabkan dengan kenaikan modal sendiri sedangkan hutang jangka panjangnya mengalami penurunan, karena dengan semakin rendah rasio ini maka perusahaan tidak akan mengalami kesukaran dalam melunasi hutangnya.

Referensi :
 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/10888/1/032101042.pdf